Google Translation Button, Please!

Nggak sekali dua kali aku mendapatkan inbox dari teman-teman blogger luar negeri yang begitu tertarik ingin membaca tulisanku tapi terkendala dengan bahasa. Mereka memintaku untuk memasang google translate button di blogku. Masalahnya dari dulu aku belum nemu cara untuk memasang fitur itu pada blogku. Sepertinya domain yang aku beli dari pihak wordpress menyulitkan diriku untuk memasang fitur-fitur tertentu. Why do I so concern about translating my post in English? Well, ketika seorang blogger begitu antusias ingin mengetahui apa yang kamu tulis, which is tak lain adalah isi dari pikiranmu, menurutku jangan abaikan hal tersebut. Itu artinya they really mean to know what’s on your mind. Apalagi blogger luar negeri yang biasanya sudah punya good habbit untuk saling blog walking ke “tetangga”, saling ninggalin komen atau diskusi kecil tentang apa yang ditulis oleh temannya. We should appreciate it.

Google Translate

Sepertinya aku harus meluangkan waktu khusus untuk ngoprek-ngoprek blog pribadi. Sekalian saja merapikan postingan yang lalu-lalu. Ada beberapa postingan yang harus dipindah ke blog lain, sesuai dengan spesialisasinya. Seperti halnya tulisan tentang baking yang pada akhirnya aku buatin blog yang khusus ngebahas tentang baking, yaitu FlufySensations.com, tulisan tentang kopi, akan berpindah ke WildRoseCoffee.co sebuah blog yang akan ngobrolin tentang seluk beluk kopi. Lalu apa yang akan tetap tinggal di blog ini? Nggak akan banyak berubah. Tetap berisi “Journey of My Life“, tentang perenungan, tentang perjalanan spiritual maupun perjalanan dalam arti yang sebenarnya. Mungkin akan ditambah beberapa kategori dan merapikan kategori yang ada agar lebih simple karena selama ini masih acak adut pengelompokan tulisannya.

Kategori yang akan ditambahkan yaitu “Tour of Duty” yang akan berisi tentang perjalananku saat mengemban tugas dari kantor. Why should I write about that? Ternyata banyak hal yang aku dapat di lapangan, banyak hikmah yang aku peroleh selama aku berinteraksi dengan orang-orang yang harus kutemui dalam rangka tugas tersebut. Nah inilah yang ingin aku tulis dan share di blogku. Sayang banget kan kalo “mutiara” tersebut terabaikan begitu saja.

so, this is it! ditunggu aja tulisan selanjutnya ya (jhiah….padahal ntar-ntar juga malesnya kumat wkwkwkwkw…)

***

Dian Widyaningtyas for Journey of My Life

Jelang sholat Jumat, Friday May 12th, 2017

Advertisement

Sekumpulan Orang Bertopeng

Beberapa minggu yang lalu sepulang dari kantor seperti biasa anak-anak sibuk menceritakan kegiatan mereka selama di sekolah pada hari itu. Ada satu cerita yang sesaat bikin jidatku mengernyit, mencoba untuk mencerna pelan-pelan dan berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi kaget kepada bungsuku, si pemilik cerita. Lalu aku melanjutkan aktifitas seperti biasa, sholat dan nyiapin makan malam buat anak-anak.

Bungsu cerita kalau pada salah satu mata pelajaran hari itu, dia dan lima orang temannya rame di kelas dan mendapat nilai jelek. Sebagai hukumannya, dia dan kelima temannya harus mengenakan jilbab yang sudah disiapkan di meja guru di kelas itu. Sebagai catatan, kelas bungsu adalah kelas khusus untuk siswa lelaki saja. Sekolah Dasar swasta berbasis Islam dimana bungsu bersekolah menerapkan pemisahan kelas antara siswa perempuan dan lelaki. Aturan ini diberlakukan untuk siswa kelas 3 keatas. Aku harus mengendapkan informasi yang kuterima dari bungsu, menekan emosi yang menyeruak diantara lelahnya raga dan pikiran sehabis bekerja. Ya…jenis hukuman yang diberikan pada bungsu dan kelima temannya tidak bisa kuterima, apapun alasannya. Bukankah dalam Islam lelaki dilarang menyerupai perempuan, dan begitu pula sebaliknya. Manakala hukuman semacam ini terjadi di sekolah berbasis Islam, yang seolah-olah melupakan larangan tersebut, tentu saja tidak bisa masuk ke dalam ranah toleransiku.

Topeng

Setelah kutanyakan beberapa kali kepada bungsu, tanpa menimbulkan kesan bahwa mamanya sedang sangat serius menanggapi kejadian tersebut, dan jawaban bungsu menunjukkan konsistensi tingkat tinggi, maka aku mencoba minta penjelasan ke wali kelas di group wali murid. Wali kelas tidak bisa memberi penjelasan karena memang beliau tidak berada di kelas saat kejadian.  Ada satu wali murid yang mempertanyakan kejadian tersebut dengan nada protes. Tapi setelah itu group menjadi senyap. Group yang biasanya rame itu tiba-tiba saja menjadi senyap. Hanya ada postinganku yang dengan sangat meminta penjelasan atas kejadian tersebut, juga mengenai keberadaan jilbab di kelas bungsu yang notabene berisi siswa lelaki semua.

Dukungan….rasanya tak bisa kuharapkan dari para orang tua dan wali murid di group tersebut. Bahkan dari orang tua dan wali murid yang anak-anaknya juga mengalami punishment (atau bullying?) yang sama. Tapi itu tak jadi masalah buatku. Aku memutuskan untuk menghadap kepala sekolah agar dipertemukan dengan ustadz pengajar yang memberikan hukuman yang menurutku tak pantas itu. Singkat cerita aku, dan satu orang tua murid yang tiba-tiba japri ke nomor whatsappku, menghadap Kepala Sekolah keesokan harinya. Dari ekspresi wajah para pengajar lain dan juga Kepala Sekolah, aku bisa memastikan bahwa apa yang menimpa bungsu dan lima temannya sempat membuat kehebohan kecil di kalangan mereka. Selanjutnya, tentang pembinaan kepada pengajar yang memberikan hukuman kepada bungsu, aku serahkan semuanya ke pihak sekolah.

Setelah aku menghadap Kepala Sekolah, ada beberapa orang tua dan wali murid yang secara pribadi menyampaikan rasa terimakasihnya atas keputusanku untuk membawa masalah tersebut ke Kepala Sekolah. Well…..jujur aku nggak habis pikir. Kemana aja mereka saat aku di group mencoba untuk minta penjelasan kepada wali kelas. Semua pada bungkam, senyap, entah tak peduli atau sungkan. Mungkin atas nama sungkan mereka menjadi bungkam. Tapi bagiku yang salah sudah selayaknya dibenerin, yang bengkok harus diluruskan. Ketika aku menghadap Kepala Sekolah, jangan dibayangkan emak-emak yang nyap-nyap sambil ngomel-ngolel nggak keruan. Tujuannya hanya untuk tabayun, juga menanyakan alasan atas dipilihnya hukuman tersebut yang dimataku lebih kepada bullying daripada punishment. Lalu ada diskusi kecil antara tiga pihak, tentang bagaimana baiknya kedepan nanti. Itu saja. Kenapa harus menghindari dialog yang menurutku sangat penting?  Bagiku, orang tua dan wali murid adalah stake holder dari sebuah institusi pendidikan dimana anaknya menuntut ilmu. Pihak sekolah sudah pasti akan mau mendengarkan masukan dari stake holdernya.

Why so worry to express your opinion? Kenapa harus diam jika ada yang mengganjal di hati? Haruskah kita selalu mengenakan topeng manakala hati ini berkata lain?

***

Dian Widyaningtyas for Journey of My Life

Mencecap perbedaan sikap…

Jelang pulang kantor, Gresik, April 26th, 2017

Pict was taken from Google

Antara Hujan, Soto, dan Jengkol

Pagi ini tak banyak aktivitas yang bisa dilakukan di luar rumah karena hujan yang mengguyur Sidoarjo sejak dini hari kemarin. In fact, harus batalin beberapa rencana. Dah janji ngajakin anak-anak ke alon-alon Sidoarjo sekalian memenuhi jadwal free run disana. Tapi apa mau dikata jika cuaca tak berpihak pada kita. Jadi kepikiran untuk punya treadmill.

Rinai hujan di pagi hari

Akhirnya pas hujan mulai menyisahkan rintik-rintiknya ketika jam menunjuk angka 7, disempetin keluar untuk menghirup udara segar. Sekalian maem soto di depan komplek. Lapaknya di pinggir jalan, tanpa meja. Jadi rada susah buat anak-anak saat megang mangkoknya yang pastinya panas. Jadinya lesehan di kabin mobil. Aneh aja, hal seperti itu tak urung menarik perhatian orang yang lewat ternyata.

Preparing our order

Selamat menikmati…

Lesehan di kabin belakang

Setelah sarapan selesai, lanjut ke LotteMart untuk berburu jengkol. Iyaaaaa jengkol. Gara-gara malamnya diobrolin di group, dan testimoni teman-teman bikin aku yang pernah sekali aja makan segigit kecil jengkol dan langsung dilepeh gara-gara stigma negatif yang sudah kadung bercokol di kepala, jadi penasaran ingin mengalahkan stigma negatif tersebut. Dari hasil obrolan di group, udah terbayang mau diapain aja tuh jengkol. Rendang jengkol, Balado jengkol, Semur jengkol, bahkan Gulai jengkol dan Jengkol bumbu Bali. Out of the box kan wkwkwk…

Ternyata di LotteMart stok jengkol lagi kosong. Langsung pindah ke Giant yang tak jauh dari situ. Ternyata nggak ada juga. Yo wes pupus sudah harapan untuk membawa sekilo jengkol yang kata teman di group harganya udah mahal. Dari angka yang dia sebutin sih harga sekilo jengkol udah ngalahin harga ayam dengan berat yang sama.

Ya sudah lah, hari ini gagal eksekusi jengkol. Keknya perlu ekspansi ke Surabaya buat nyari si jengki ini. Tapi aku suka ketawa sendiri kalo ingat beberapa teknik memasak jengkol yang diceritakan teman-teman. Ada yang direndam dua hari agar jengkolnya empuk. Kenapa nggak pake presto aja masaknya? Seperempat jam aja dah empuk. Ada yang menguburnya di dalam tanah selama beberapa hari agar baunya nggak terlalu tajam. Haduh kelamaan deh. Mana lagi musin hujan gini. Bisa-bisa tumbuh tunas tuh jengkol hehehe… By the way…ada yang tahu kalo di Surabaya dimana ya yang jual jengkol? Pasar wonokromo? LotteMart Marvel City? Papaya Margerojo?
***

Dian Widyaningtyas for Journey of my life

October 9th, 2016. In the still of the night. It’s rain out there…..

Meet The Espresso

Apa yang terbayang di benak kalian ketika mendengar kata Espresso? Sebuah cafe ato coffee shop, secangkir kecil kopi super pahit dengan harga yang termasuk mahal?

Diantara beberapa metode brewing yang biasa aku lakukan di rumah dan di kantor, espresso ini menjadi favoritku. Sekarang malah hampir tiap pagi saat bangun tidur, langsung bikin espresso. Biasanya sih aku pure pake arabica. Tapi tadi pagi nyobain ngeblend antara robusta dan arabica dengan rasio 20:80. Ceritanya mulai belajar ngeblend single origin untuk menghasilkan rasa kopi yang lain…

Robusta akan memperkaya crema pada espresso, crema ini sebenarnya minyak yg terekstrasi saat ngepress bubuk kopi dengan tekanan tertentu pada proses pembuatan espresso. Sedangkan arabica akan memberikan aroma yang hm….apa ya nyebutnya…nggak bisa kugambarkan, pokoknya sesuatu deh…

Espresso

Espresso

One shot espresso ato setara dengan 25 – 30 ml membutuhkan 7 gram bubuk kopi. Bisa ngebayangin kan betapa kental kopi yang dihasilkan. Di negara asalnya, yaitu Italia, mereka menggunakan kopi dark roasted, biji kopi yang digongso sampai item. Nah pagi tadi juga ngikuti seperti itu, milih biji kopi yang dark roasted. Dalam one shot espresso terkandung Pottasium 35 mg dan caffeine 64 mg. No sianida of course.

one shot espresso

one shot espresso

Ternyata espresso dengan blend robusta dan arabica dengan level dark roasting nggak pas dengan seleraku. Lebih enak full arabica dengan level medium roasting, yang tentu saja side effectnya adalah adanya acidity pada hasil brewingnya.

Ah….suka banget kalo bercerita tentang kopi. Sampe ada teman yang nanyain..” Dian…kapan cafenya dibuka?” Ai..ai….ini masih keep learning tentang dunia perkopian. Belum ada apa-apanya nih ilmu yang dipunyai…

***

Latepost from February 16, 2016

Dian Widyaningtyas

Turkish Coffee

Turkish Coffee atau kalo di negara asalnya namanya kahve…. Ada yang pernah dengar?

Sudah lama pengen bikin kopi a la Turki, tapi terkendala pada gearnya. Aku belum punya alat seduh yang dikenal dengan sebutan Ibrik yaitu sebuah panci mungil bergagang tunggal yang terbuat dari bahan kuningan. Biasanya berhiaskan ornamen khas Turki pada body pancinya. Ibrik harganya lumayan mahal untuk sebuah benda berukuran imut. Makanya selalu maju mundur kalo mau beli coffee gear yang satu ini. Beberapa hari lalu pas ngelayap ke toko barang pecah belah nemu panci stainless steel yang modelnya menyerupai si Ibrik. Judul di barcodenya sih panci susu, tapi gak papa deh kupake buat menggantikan tugas Ibrik bikin Turkish Coffee.

Ibrik

Ibrik

Turkish Coffe

Turkish Coffe

Turkish Coffee

Turkish Coffee

Turkish Coffee

Turkish Coffee

Blooming

Blooming

Bahan Turkish Coffee nggak beda dengan kopi bikinan mbah-mbah kita dulu yaitu kopi bubuk, gula, dan air. Bedanya Turkish Coffee nggak pake air panas, melainkan air biasa. Jadi kopi plus gula dimasukkan ke Ibrik, tuangi air, lalu panaskan Ibriknya diatas kompor dengan api kecil. Level grind yang dipake lebih halus daripada kopi yang dipake pada pembuatan espresso. The finest ground, in fact. Sampai powdery gitu. Since I doubted if my coffee grinder could do that job, so I used coffee ground from excelso. Dan sudah bisa ditebak I didn’t get crema on my kahve, udah nggak fresh lagi kopi bubuknya. Rasio yang dipake 8 gram kopi, 16 gram gula, dan 130 gram air. Saat air mulai mendidih aduk agar kopi dan gula tercampur. Ketika air mulai meluap naik, jauhkan dari api, begitu terus sampai tiga atau empat kali. Hal ini bertujuan agar kopi tidak meluber, disamping itu menjaga agar kahve nggak over heated sehingga menghasilkan burnt taste yang bisa merusak rasa kopi. Kopi yang dihasilkan rasanya pahit manis dan kental. Tapi walaupun kopi yang dihasilkan kental, it wasn’t strong kahve…

Kahve

Kahve

***

Latepost from February 14, 2016

Dian Widyaningtyas

Selamat Pagi Asa

Don’t you know ketika seorang mama sakit, maksudku bener-bener sakit sehingga dia tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasanya, it feels like the world stop turning. Freezed. Tak ada masakan yang tersaji dengan layak di meja, baju kotor teronggok di dekat mesin cuci, piring kotor makin meninggi di bak cuci piring, lantai kotor berhias kertas bekas aktivitas anak-anak dimana-mana, dan sederet kekacauan lain yang tubuh ini tak mampu untuk membereskannya. Sungguh situasi dan kondisi yang nggak enak banget.

Tak ada gunanya kalau hanya meratapi keadaan, menyesali apa yang terjadi, merutuki penyakit yang singgah dan hal-hal negatif lainnya. Serahin saja pada ahlinya. InsyaAllah dia tahu lebih baik dari kita eventhough itu adalah tubuh kita sendiri. Sore kemarin dapat nasehat privately dari seorang teman tentang hal ini. MasyaAllah…nyess banget knowing that there’s someone cares that much to me. Makanya sekarang semangat minum obat yang sampe lima macam itu. As you know sebelumnya aku paling anti sama obat kimia yang menurutku hanyalah butiran racun belaka.
wp-1460510343903.jpeg
Satu hal yang kurasakan sangat membantu pemulihan kesehatan adalah semangat. Mungkin efeknya lebih dasyat daripada obat-obat yang diberikan dokter. Seperti tadi malam ketika aku begitu bersemangat melakukan hal-hal yang sangat kusukai, rasanya sakit pergi begitu saja entah kemana. Then i just felt alive!
Maka pagi ini kusambut hari dengan semangat baru, think positively, and easy going.
Selamat pagi asa
Senang sekali bertemu denganmu
Diantara burung-burung yang bernyanyi dan menari
Diantara sinar mentari yang lembut menyapa
Diantara semua rahasia Allah yang bakal kutemui hari ini
Aku tahu kau ada di sana
***
Dian Widyaningtyas
Pagi yang cerah, di halaman parkir kantor
Wednesday, April 13, 2016

Doctor Said…

Sungguh ketika dokter memberikan saran dengan sedikit paksaan setelah memeriksaku pada pagi yang muram di hari Senin lalu, rasanya seperti sebuah gada menghantam entah bagian tubuhku yang mana. Dan seketika itu semua bayangan buruk berkelebatan di pikiran. Aku mencoba berkelit…

Tak cukup cuman itu, siangnya petugas bagian lab menelponku untuk memberitahukan bahwa aku harus menjalani transfusi darah karena Hb yang rendah. Allah….apa lagi ini? Aku masih mencoba ngeles dan berusaha memulihkan kadar Hb dengan asupan makanan dan obat. Lha lihat luka berdarah aja berasa mau pingsan, apalagi darah sekantong….

Sejak itu jadi merenung, kenapa sampe sebegitunya tubuh ini. Mungkin kecapekan ato banyak pikiran. Memang sejak kejadian bungsu jatuh dan harus menjalani operasi, there’s something bother my mind. There’s quilty feeling too. Dan insomnia kambuh lagi. Jadi teringat pertanyaan rada pedas yang dilontarkan seorang teman karena saking jengkelnya lihat aku yang masih saja beraktivitas padahal sudah lewat tengah malam bahkan sudah hampir pagi. “Apa yang coba kamu buktikan??” Bingung jawabnya. I’m not trying to proof anything. Hanya saja kalo udah terlanjur asyik mengerjakan sesuatu, kadang sampai lupa waktu, lupa kondisi tubuh, lupa lain-lainnya. Eh ada juga sih proofing something to my self hehehe. Jadi kalo aku bilang ke diriku kalo aku bisa, aku akan lakukan whatever it takes. Even ketika aku nggak bisa, aku akan berusaha agar bisa. Ini sudah seperti prinsip hidup aja sepertinya hehehe…

Ya karena takut dengan saran dokter dan petugas medis, akhirnya sekarang diusahakan dengan sangat untuk hidup teratur. Dipaksa tidur, dipaksa banyak minum air putih yang sehat, dipaksa makan teratur juga. Dicoba seperti itu selama seminggu ini. Mudah-mudahan semua menjadi normal kembali.
Rest n recover
Tahu apa yang paling kutakutkan? Aku takut ketika aku terpejam untuk menanti esok hari, ternyata mata ini terpejam selamanya dan tak bisa lagi membersamai anak-anak. Allah…ijinkan aku mendampingi mereka dalam kurun waktu yang lama.
***
Dian Widyaningtyas
Merambati malam yang menangis…lirih
Wednesday, March 23, 2016

Raja Jalanan

Terakhir kali aku melakukan perjalanan keluar kota dengan mengendarai mobil sendiri adalah lebaran Idul Fitri bulan Agustus yang lalu. Waktu itu kondisi jalanan tidak terlalu ramai, baik saat mudik maupun saat balik karena pemilihan waktu yang tepat. Tidak ada yang aneh dengan kondisi jalan dan lalu lintas berbagai kendaraan yang ada. Pun ketika hari Jumat malam, dua hari yang lalu waktu aku kembali mudik ke Jombang. Jalanan banyak dipenuhi truk-truk besar sarat muatan. Maklum saja, hari sudah malam, giliran mereka yang keluar dari gudang dan melakukan distribusi berbagai barang. Itu saja, selebihnya semua biasa saja.

On the road....

On the road…

Tapi Sabtu malam saat anak-anak merengek minta jalan-jalan, rasanya ada yang aneh. Beberapa kali aku berpapasan dengan serombongan kecil pengendara roda dua yang salah satu dari mereka memegang light saber pendek berwarna merah. Sambil mengayun-ayunkan light saber, dia dengan paksa minta jalan dan diikuti pengendara motor di belakangnya. Saat kembali dari jalan-jalan itu, aku mengalami sendiri, terjebak diantara serombongan pengendara roda dua yang dari arah belakang berusaha menyalip mobilku dari kiri dan kanan dengan agresifnya. Tak ada jalan lain, aku harus mengalah dengan mereka. Ngeri aja kalau aku bersikeras tidak mau menurunkan kecepatan dan membiarkan mereka jalan duluan, kalau terjadi apa-apa, pasti korbannya tidak hanya satu pengendara motor, bisa jadi serombongan itu kena semua karena mereka bergerombol gitu memenuhi jalanan.
Rupanya gelar Raja Jalanan sekarang sudah bergeser ke rombongan kecil pengendara motor seperti itu. Terus terang aku lebih takut menghadapi mereka daripada menghadapi bus-bus luar kota dalam propinsi yang biasanya ugal-ugalan itu. Malah pas perjalanan mudik kemarin, beberapa bus dengan sabar membiarkan aku melaju tanpa ada keinginan sopir bus tersebut untuk menyalip atau sekedar membunyikan klakson sebagai tanda untuk menyuruhku minggir. Aku saja yang notabene suka ngebut kalau di jalanan, ngeri melihat kenekatan rombongan pengendara motor seperti itu. Kalau ada apa-apa pasti yang disalahkan adalah yang gede (pengendara mobil), bukan mereka. Mungkin karena itu mereka merasa mendapat angin dan meliuk-liuk seenaknya di jalanan. Ya sudahlah…sing waras ngalah.
***
Dian Widyaningtyas
Home sweet home,
Sunday night, October 11th, 2015

Having Fun di Jombang

Story about us when we spent week end in my home town….

Just to make you happy, kids. Just to make you all happy…

Aisyah in action


IMG_20151010_211248

IMG_20151010_211148

IMG_20151010_211146

IMG_20151010_211134

IMG_20151010_211107

IMG_20151010_210825

IMG_20151010_210803

IMG_20151010_210724

IMG_20151010_210646

IMG_20151010_210638

***

Dian Widyaningtyas

Sunday Afternoon, just before we go back to Sidoarjo

October 11th, 2015

Filosofi Induk Ayam

Berada di kampung halaman rasanya ritme kehidupan melambat dan aku lebih bisa menikmati tiap detik yang berlalu. Everything is slow motion mode on gitu lah. Dan satu hal yang biasanya kulakan adalah menikmati hal-hal yang tidak bisa tiap hari kutemukan di dalam keseharianku.

Aku sedang berada di halaman belakang dan memperhatikan beberapa induk ayam beserta anak-anaknya ketika anakku nyelutuk “Mama kenapa sih ngelihatin ayam terus?” Hehehe aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba mataku terpaku pada induk ayam dan anak-anaknya. Pemandangan yang biasa banget sebenarnya. Nothing’s special about that. Tapi manakala kita memperhatikannya dengan pikiran dan hati yang tenang, pemandangan yang luar biasa tersebut menjadi luar biasa dan penuh makna.
Induk ayam dan anak-anaknya

                Induk ayam dan anak-anaknya

Sedari tadi kuperhatikan induk-induk ayam tersebut mematuk-matuk sesuatu di tanah sambil memberi isyarat suara kepada anak-anaknya. Seolah dia memanggil anak-anaknya untuk mendekat. Dan tiap kali induk ayam melakukan hal tersebut, anak-anaknya langsung berloncatan mendekat dan melakukan hal yang sama. Induk ayam tersebut menemukan makanan rupanya, dan dia memanggil anak-anaknya untuk mendekat dan memakan makanan tersebut. Bagaimana dengan dia sendiri? Dia hanya mematuknya dan memastikan bahwa itu beneran makanan yang bisa dikonsumsi anak-anaknya sedangkan dia sendiri tidak ikut memakannya.
Ketika aku mendekat dan berniat mengabadikan momen tersebut langsung saja induk ayam gusar bukan kepalang. Bulu-bulunya menjadi berdiri dan sayapnya mengembang. Isyarat suaranya seolah memberi perintah kepada anak-anaknya untuk mundur menjauhiku, sedangkan dia bersikap antara defense dan berada pada tempatnya semula untuk melindungi anak-anaknya atau maju untuk menyerangku jika aku masih nekat mendekati mereka lebih dekat lagi. Tentu saja aku urung mendekat. Aku nggak ingin membuat ayam-ayam tersebut ketakutan. Sejatinya aku juga takut mendekati mereka lebih dekat lagi. Takut dipatuk induknya lah. Katanya dipatuk induk ayam tuh sakit hehehe.
Setelah anak-anak ayam tersebut kenyang, gantian induk ayam yang mengais-ngais tanah untuk mencari makanan. Itupun masih saja dia memberi isyarat kepada anak-anaknya. Tapi anak-anaknya tidak tertarik lagi untuk makan. Mereka hanya bermain-main bekejaran dengan saudaranya. Sesekali salah satu diantara mereka meloncat naik pada punggung induknya yang sedang asyik mengais makanan. Lucu sekali memperhatikan tingkah pola anak-anak ayam tersebut.
Ketika senja menjelang, induk ayam mencari tempat untuk dia dan anak-anaknya tidur. Aku tidak tahu apakah biasanya mereka memang tidur disitu atau berpindah-pindah tempat. Yang jelas induk ayam tersebut memilih tempat dibawah kandang ayam lain yang sedang mengerami telur-telurnya. Lalu anak-anaknya satu persatu mendekat dan menyelusup dibalik sayap induknya, tempat yang hangat, nyaman dan aman untuk melewatkan malam yang dingin dan mungkin saja berbahaya buat mereka.
Basic instinc, begitu aku menyebut tingkah laku induk ayam. Semua induk ayam akan melakukan hal yang sama. Semua induk mahluk hidup punya insting yang sama. Insting untuk mencukupi kebutuhan, memberi kasih sayang dan perlindungan kepada anak-anaknya. Ada rasa jengah ketika mengingat adegan dimana induk ayam membiarkan anaknya asyik bermain dipunggungnya saat dia mencari makan. Sedangkan diri ini kadang merasa sangat terganggu dengan aktifitas anak-anak yang rasanya mengusik keasyikan kita. Entah saat kita asyik membaca, asyik dengan gadget, asyik berbelanja, asyik ngobrol dengan teman dan aktifitas-aktifitas lainnya. Ah…rasanya basic instict kita sebagai seorang ibu sudah mulai luntur dikalahkan oleh egoisme kita sebagai manusia. Maka ada baiknya kita belajar tentang filosofi induk ayam dan mengembalikan basic instict kita sebagai seorang ibu.
***
Dian Widyaningtyas
Mencari kedamaian di kampung halaman
Saturday night, October 10th, 2015