Naiklah Tanpa Menjatuhkan

Suatu hari, pencarian referensi sebuah coffee gear mengantarkan aku pada salah satu chanel youtube yang mereview coffee gear yang ingin kubeli. Sepanjang durasi tayang, dia nyinyirin chanel-chanel youtube lain. Adaaaaa aja yang dinyinyirin, dari soal gearnya yang endorase-an sehingga nggak obyektif sampai proses bikin kopinya yang nggak ditunjukin secara detil dan tiba-tiba dah jadi aja, sehingga dia meragukan apakah itu beneran hasil dari gear tersebut ato editan.

Padahal chanel-chanel youtube yang dia nyinyirin itu tak pernah sekali pun nyinyirin dia atau chanel youtube lain. Mereka fokus pada gear yang mereka review. Heran aja, kok ada ya orang yang punya mental kek gitu.

Reminder to myself….
“Majulah tanpa menyingkirkan orang lain. Naiklah tinggi tanpa menjatuhkan orang lain”

Advertisement

1 Syawal 1441 H

Semua tak sama di lebaran Idul Fitri tahun ini. Tak bisa sungkem langsung sama ibu, tak bisa mencicipi masakan yang disediain ibu, tak bisa sholat Ied bareng-bareng ke masjid, tak bisa silaturahmi ke keluarga besar, dan sederet ketakbisaan yang lain.

Semoga semua itu tak mengurangi esensi dari Idul Fitri itu sendiri. Karena esensinya melekat pada hati kita, bukan pada segala macam atribut yang coba kita identikan dengan Idul Fitri.
***

May 24th, 2020
Tyastlc…

Sekumpulan Orang Bertopeng

Beberapa minggu yang lalu sepulang dari kantor seperti biasa anak-anak sibuk menceritakan kegiatan mereka selama di sekolah pada hari itu. Ada satu cerita yang sesaat bikin jidatku mengernyit, mencoba untuk mencerna pelan-pelan dan berusaha untuk tidak menunjukkan ekspresi kaget kepada bungsuku, si pemilik cerita. Lalu aku melanjutkan aktifitas seperti biasa, sholat dan nyiapin makan malam buat anak-anak.

Bungsu cerita kalau pada salah satu mata pelajaran hari itu, dia dan lima orang temannya rame di kelas dan mendapat nilai jelek. Sebagai hukumannya, dia dan kelima temannya harus mengenakan jilbab yang sudah disiapkan di meja guru di kelas itu. Sebagai catatan, kelas bungsu adalah kelas khusus untuk siswa lelaki saja. Sekolah Dasar swasta berbasis Islam dimana bungsu bersekolah menerapkan pemisahan kelas antara siswa perempuan dan lelaki. Aturan ini diberlakukan untuk siswa kelas 3 keatas. Aku harus mengendapkan informasi yang kuterima dari bungsu, menekan emosi yang menyeruak diantara lelahnya raga dan pikiran sehabis bekerja. Ya…jenis hukuman yang diberikan pada bungsu dan kelima temannya tidak bisa kuterima, apapun alasannya. Bukankah dalam Islam lelaki dilarang menyerupai perempuan, dan begitu pula sebaliknya. Manakala hukuman semacam ini terjadi di sekolah berbasis Islam, yang seolah-olah melupakan larangan tersebut, tentu saja tidak bisa masuk ke dalam ranah toleransiku.

Topeng

Setelah kutanyakan beberapa kali kepada bungsu, tanpa menimbulkan kesan bahwa mamanya sedang sangat serius menanggapi kejadian tersebut, dan jawaban bungsu menunjukkan konsistensi tingkat tinggi, maka aku mencoba minta penjelasan ke wali kelas di group wali murid. Wali kelas tidak bisa memberi penjelasan karena memang beliau tidak berada di kelas saat kejadian.  Ada satu wali murid yang mempertanyakan kejadian tersebut dengan nada protes. Tapi setelah itu group menjadi senyap. Group yang biasanya rame itu tiba-tiba saja menjadi senyap. Hanya ada postinganku yang dengan sangat meminta penjelasan atas kejadian tersebut, juga mengenai keberadaan jilbab di kelas bungsu yang notabene berisi siswa lelaki semua.

Dukungan….rasanya tak bisa kuharapkan dari para orang tua dan wali murid di group tersebut. Bahkan dari orang tua dan wali murid yang anak-anaknya juga mengalami punishment (atau bullying?) yang sama. Tapi itu tak jadi masalah buatku. Aku memutuskan untuk menghadap kepala sekolah agar dipertemukan dengan ustadz pengajar yang memberikan hukuman yang menurutku tak pantas itu. Singkat cerita aku, dan satu orang tua murid yang tiba-tiba japri ke nomor whatsappku, menghadap Kepala Sekolah keesokan harinya. Dari ekspresi wajah para pengajar lain dan juga Kepala Sekolah, aku bisa memastikan bahwa apa yang menimpa bungsu dan lima temannya sempat membuat kehebohan kecil di kalangan mereka. Selanjutnya, tentang pembinaan kepada pengajar yang memberikan hukuman kepada bungsu, aku serahkan semuanya ke pihak sekolah.

Setelah aku menghadap Kepala Sekolah, ada beberapa orang tua dan wali murid yang secara pribadi menyampaikan rasa terimakasihnya atas keputusanku untuk membawa masalah tersebut ke Kepala Sekolah. Well…..jujur aku nggak habis pikir. Kemana aja mereka saat aku di group mencoba untuk minta penjelasan kepada wali kelas. Semua pada bungkam, senyap, entah tak peduli atau sungkan. Mungkin atas nama sungkan mereka menjadi bungkam. Tapi bagiku yang salah sudah selayaknya dibenerin, yang bengkok harus diluruskan. Ketika aku menghadap Kepala Sekolah, jangan dibayangkan emak-emak yang nyap-nyap sambil ngomel-ngolel nggak keruan. Tujuannya hanya untuk tabayun, juga menanyakan alasan atas dipilihnya hukuman tersebut yang dimataku lebih kepada bullying daripada punishment. Lalu ada diskusi kecil antara tiga pihak, tentang bagaimana baiknya kedepan nanti. Itu saja. Kenapa harus menghindari dialog yang menurutku sangat penting?  Bagiku, orang tua dan wali murid adalah stake holder dari sebuah institusi pendidikan dimana anaknya menuntut ilmu. Pihak sekolah sudah pasti akan mau mendengarkan masukan dari stake holdernya.

Why so worry to express your opinion? Kenapa harus diam jika ada yang mengganjal di hati? Haruskah kita selalu mengenakan topeng manakala hati ini berkata lain?

***

Dian Widyaningtyas for Journey of My Life

Mencecap perbedaan sikap…

Jelang pulang kantor, Gresik, April 26th, 2017

Pict was taken from Google

Doctor Said…

Sungguh ketika dokter memberikan saran dengan sedikit paksaan setelah memeriksaku pada pagi yang muram di hari Senin lalu, rasanya seperti sebuah gada menghantam entah bagian tubuhku yang mana. Dan seketika itu semua bayangan buruk berkelebatan di pikiran. Aku mencoba berkelit…

Tak cukup cuman itu, siangnya petugas bagian lab menelponku untuk memberitahukan bahwa aku harus menjalani transfusi darah karena Hb yang rendah. Allah….apa lagi ini? Aku masih mencoba ngeles dan berusaha memulihkan kadar Hb dengan asupan makanan dan obat. Lha lihat luka berdarah aja berasa mau pingsan, apalagi darah sekantong….

Sejak itu jadi merenung, kenapa sampe sebegitunya tubuh ini. Mungkin kecapekan ato banyak pikiran. Memang sejak kejadian bungsu jatuh dan harus menjalani operasi, there’s something bother my mind. There’s quilty feeling too. Dan insomnia kambuh lagi. Jadi teringat pertanyaan rada pedas yang dilontarkan seorang teman karena saking jengkelnya lihat aku yang masih saja beraktivitas padahal sudah lewat tengah malam bahkan sudah hampir pagi. “Apa yang coba kamu buktikan??” Bingung jawabnya. I’m not trying to proof anything. Hanya saja kalo udah terlanjur asyik mengerjakan sesuatu, kadang sampai lupa waktu, lupa kondisi tubuh, lupa lain-lainnya. Eh ada juga sih proofing something to my self hehehe. Jadi kalo aku bilang ke diriku kalo aku bisa, aku akan lakukan whatever it takes. Even ketika aku nggak bisa, aku akan berusaha agar bisa. Ini sudah seperti prinsip hidup aja sepertinya hehehe…

Ya karena takut dengan saran dokter dan petugas medis, akhirnya sekarang diusahakan dengan sangat untuk hidup teratur. Dipaksa tidur, dipaksa banyak minum air putih yang sehat, dipaksa makan teratur juga. Dicoba seperti itu selama seminggu ini. Mudah-mudahan semua menjadi normal kembali.
Rest n recover
Tahu apa yang paling kutakutkan? Aku takut ketika aku terpejam untuk menanti esok hari, ternyata mata ini terpejam selamanya dan tak bisa lagi membersamai anak-anak. Allah…ijinkan aku mendampingi mereka dalam kurun waktu yang lama.
***
Dian Widyaningtyas
Merambati malam yang menangis…lirih
Wednesday, March 23, 2016

Filosofi Induk Ayam

Berada di kampung halaman rasanya ritme kehidupan melambat dan aku lebih bisa menikmati tiap detik yang berlalu. Everything is slow motion mode on gitu lah. Dan satu hal yang biasanya kulakan adalah menikmati hal-hal yang tidak bisa tiap hari kutemukan di dalam keseharianku.

Aku sedang berada di halaman belakang dan memperhatikan beberapa induk ayam beserta anak-anaknya ketika anakku nyelutuk “Mama kenapa sih ngelihatin ayam terus?” Hehehe aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba mataku terpaku pada induk ayam dan anak-anaknya. Pemandangan yang biasa banget sebenarnya. Nothing’s special about that. Tapi manakala kita memperhatikannya dengan pikiran dan hati yang tenang, pemandangan yang luar biasa tersebut menjadi luar biasa dan penuh makna.

Induk ayam dan anak-anaknya

                Induk ayam dan anak-anaknya

Sedari tadi kuperhatikan induk-induk ayam tersebut mematuk-matuk sesuatu di tanah sambil memberi isyarat suara kepada anak-anaknya. Seolah dia memanggil anak-anaknya untuk mendekat. Dan tiap kali induk ayam melakukan hal tersebut, anak-anaknya langsung berloncatan mendekat dan melakukan hal yang sama. Induk ayam tersebut menemukan makanan rupanya, dan dia memanggil anak-anaknya untuk mendekat dan memakan makanan tersebut. Bagaimana dengan dia sendiri? Dia hanya mematuknya dan memastikan bahwa itu beneran makanan yang bisa dikonsumsi anak-anaknya sedangkan dia sendiri tidak ikut memakannya.
Ketika aku mendekat dan berniat mengabadikan momen tersebut langsung saja induk ayam gusar bukan kepalang. Bulu-bulunya menjadi berdiri dan sayapnya mengembang. Isyarat suaranya seolah memberi perintah kepada anak-anaknya untuk mundur menjauhiku, sedangkan dia bersikap antara defense dan berada pada tempatnya semula untuk melindungi anak-anaknya atau maju untuk menyerangku jika aku masih nekat mendekati mereka lebih dekat lagi. Tentu saja aku urung mendekat. Aku nggak ingin membuat ayam-ayam tersebut ketakutan. Sejatinya aku juga takut mendekati mereka lebih dekat lagi. Takut dipatuk induknya lah. Katanya dipatuk induk ayam tuh sakit hehehe.
Setelah anak-anak ayam tersebut kenyang, gantian induk ayam yang mengais-ngais tanah untuk mencari makanan. Itupun masih saja dia memberi isyarat kepada anak-anaknya. Tapi anak-anaknya tidak tertarik lagi untuk makan. Mereka hanya bermain-main bekejaran dengan saudaranya. Sesekali salah satu diantara mereka meloncat naik pada punggung induknya yang sedang asyik mengais makanan. Lucu sekali memperhatikan tingkah pola anak-anak ayam tersebut.
Ketika senja menjelang, induk ayam mencari tempat untuk dia dan anak-anaknya tidur. Aku tidak tahu apakah biasanya mereka memang tidur disitu atau berpindah-pindah tempat. Yang jelas induk ayam tersebut memilih tempat dibawah kandang ayam lain yang sedang mengerami telur-telurnya. Lalu anak-anaknya satu persatu mendekat dan menyelusup dibalik sayap induknya, tempat yang hangat, nyaman dan aman untuk melewatkan malam yang dingin dan mungkin saja berbahaya buat mereka.
Basic instinc, begitu aku menyebut tingkah laku induk ayam. Semua induk ayam akan melakukan hal yang sama. Semua induk mahluk hidup punya insting yang sama. Insting untuk mencukupi kebutuhan, memberi kasih sayang dan perlindungan kepada anak-anaknya. Ada rasa jengah ketika mengingat adegan dimana induk ayam membiarkan anaknya asyik bermain dipunggungnya saat dia mencari makan. Sedangkan diri ini kadang merasa sangat terganggu dengan aktifitas anak-anak yang rasanya mengusik keasyikan kita. Entah saat kita asyik membaca, asyik dengan gadget, asyik berbelanja, asyik ngobrol dengan teman dan aktifitas-aktifitas lainnya. Ah…rasanya basic instict kita sebagai seorang ibu sudah mulai luntur dikalahkan oleh egoisme kita sebagai manusia. Maka ada baiknya kita belajar tentang filosofi induk ayam dan mengembalikan basic instict kita sebagai seorang ibu.
***
Dian Widyaningtyas
Mencari kedamaian di kampung halaman
Saturday night, October 10th, 2015

Menggali Potensi dalam Keterbatasan

Membaca judul di atas jangan lantas dikaitkan dengan salah satu tugas Account Representative di Kantor Pelayanan Pajak (aku adalah Account Representative pada sebuah Kantor Pelayanan Pajak di Surabaya). Jangan pula dikaitkan dengan isu pembagian kerja para Account Representative yang mungkin akan diberlakukan mulai 1 April 2015, yang mana Account Representative akan dibagi menjadi dua berdasarkan fungsinya yaitu Account Representative Penggalian Potensi dan Account Representative Konsultasi. Sungguh, tulisan ini tidak ada sangkut pautnya dengan semua itu.

Hari Selasa malam tanggal 16 Maret 2015, setelah tidur beberapa saat sepulang kantor, aku memutuskan untuk mengunjungi Giant. Ada beberapa barang yang kuperlukan dalam rangka kegiatan business day anak-anak di sekolah. Disamping itu ada beberapa kebutuhan dapur yang perlu kubeli. Aku lebih suka mengunjungi Giant pada saat malam hari dan diluar weekend karena suasananya lumayan sepi pengunjung.

Seperti biasa, aku menyisir hampir setiap sudut supermarket yang letaknya hanya sekitar lima menit dari rumahku. Walau daftar belanjaan sudah ada di kepala dan hanya perlu beberapa barang saja, tapi hati tak puas rasanya jika kaki ini belum menyisir inci demi inci lantai supermarket. Di salah satu space, di dekat rak-rak yang berisi sandal santai, terdapat rak yang menarik perhatianku karena pada kunjunganku sebelumnya rak itu tidak ada disana. Kupikir itu adalah item baru yang dijual oleh Giant. Setelah kudekati, ternyata itu adalah sebuah stand milik perkumpulan saudara-saudara kita yang menyandang tuna daksa. Mereka menjual aneka kerajinan berbahan kain. Ada mainan, dompet, tas mukena, tas jinjing, dan lain-lain.

IMG_20150317_201044

Fabric crafting

Mataku langsung berbinar-binar melihat benda-benda yang terbuat dari kain tersebut. Maklum saja, aku sangat menyukai kerajinan yang terbuat dari kain. Bagiku, kain tuh amazing banget, dia bisa dibuat untuk apa saja, dari baju sampai mainan. Diantara beberapa barang yang terbuat dari kain dan perca yang dipajang disana, aku menemukan benda berbentuk bulat yang didalamnya diisi dacron. Orang biasanya menyebutnya dengan pincushion yang berfungsi untuk menancapkan jarum pentul agar tidak tercecer dimana-mana saat kegiatan jahit menjahit. Aku membeli sebuah pincushion dengan motif bunga-bunga ceria berpadu dengan motif garis hijau putih yang segar seharga dua puluh ribu rupiah. Sebenarnya mudah sekali bikin pincushion, tapi aku salut dengan apa yang dilakukan oleh teman-teman kita yang menyandang tuna daksa tersebut.

Pincushion

Pincushion

Saat teman kita yang sedang jaga stand membuatkan nota untukku, aku melihat-lihat barang-barang lain yang dipajang di sana. Bagus-bagus, rapi dan kuat jahitannya. Orang tak akan percaya bahwa semua barang tersebut adalah buah karya dari teman-teman kita yang memiliki keterbatasan fisik.

fabric bags

fabric bags

Aku sudah hendak membayar pincushion ketika pandangan mataku tertumbuk pada sebuah tas di sudut rak bagian bawah. Tas tersebut berbahan blue jeans dengan tampilan yang sangat sederhana. Tapi justru karena modelnya yang sederhana itulah aku langsung tertarik. Tas tersebut merupakan jenis sling bag dengan model bag messanger atau ada juga yang menyebutnya Mr. Postman bag. Aku paling suka dengan model seperti itu. Aku bisa menyilangkannya di pundakku sementara tanganku bisa leluasa bergerak atau sekedar melenggang santai. Tas yang di dalamnya terdapat tempat untuk menyimpan netbook dan beberapa kantong tersebut harganya seratus tujuh puluh ribu rupiah. Harganya sangat rasional, bahkan cenderung sangat murah kalau menurutku.

My new sling bag

My new sling bag

Sebenarnya aku tidak begitu membutuhkan tas baru. Tapi melihat teman-teman penyandang tuna daksa, yang sudah bersusah payah menghasilkan benda-benda tersebut dalam segala keterbatasan fisik mereka, akhirnya aku memutuskan untuk membelinya. Bukan…ini bukan rasa kasihan kepada mereka. Tapi ini adalah rasa salut atas apa yang sudah mereka lakukan. Bisa saja mereka turun ke jalan dan menengadahkan tangan-tangan mereka untuk memohon belas kasihan orang lain. Tapi mereka masih punya harga diri, sebab itulah mereka lebih memilih untuk melakukan hal yang lebih mulia yaitu menjual kerajinan tangan. Kepada orang-orang semacam inilah kita pantas mengacungkan dua jempol kita. Salut !!!

***

Dian Widyaningtyas

late at night, alone but not lonely

Saturday, March 21st, 2015

Bahagia dari Sudut Pandang yang Berbeda

Ada beberapa kejadian akhir-akhir ini yang membuatku merenungi kembali arti kata bahagia. Bahagia bisa jadi merupakan suatu hal yang dicari banyak orang. Tapi tak banyak yang tahu kemana, dimana, dan pada apa terletak bahagia, walau itu untuk diri sendiri sekalipun, apalagi bahagianya orang lain di sekitar kita.

Taken from psychconnection.worspress.com

Taken from psychconnection.worspress.com

Aku pernah berpikir bahwa bahagianya anak-anak adalah ketika aku bisa memenuhi semua keinginan mereka. Memberikan fasilitas terbaik untuk mereka sehingga mereka nyaman. Ternyata bahagia bagi sulung adalah manakala aku memberikan kepercayaan dan kebebasan terbatas padanya untuk melakukan beberapa aktifitas bersama teman-temannya. Bahagia bagi anakku yang nomor dua adalah manakala aku memberinya waktu untuk menikmati dunianya yang seluas kamar dengan serakan buku dimana-mana. Bahagia bagi anakku yang nomor tiga adalah manakala aku memeluknya dan memberikan perhatian penuh seolah-olah dia adalah anakku satu-satunya. Dan bahagia bagi bungsu adalah manakala aku membiarkannya berjumpalitan di atas kasur, berlarian kesana kemari di dalam rumah, dan bercanda lepas dengan kakak-kakaknya.

Aku pernah berpikir bahwa bahagianya orang tua adalah ketika mereka bisa duduk-duduk santai berpangku tangan dengan semua kebutuhan sudah terpenuhi olehku. Nyatanya bahagia mereka adalah ketika mereka bisa menyajikan masakan buat cucu-cucunya. Bahagia mereka adalah manakala aku berbagi suka dan duka bersama mereka. Bahagia mereka adalah manakala mereka merasa dibutuhkan oleh aku dan anak-anak.

Makna bahagia, tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandangku sendiri. Terlebih jika aku ingin membuat orang lain bahagia, maka aku harus bisa melihat makna bahagia dari sudut pandang dia, bukan sudut pandangku semata.

***

Dian Widyaningtyas

Just thinking about happiness….

Coffe break, Monday, Febuary 23th, 2015

Februari yang Perih

Langkah kaki terseok-seok seolah enggan memasuki bulan kedua ini. Tapi bagaimana bisa kuhentikan Sang Waktu? Dan disinilah aku berada, di bulan kedua yang tak pernah bisa kulupakan. Diawali dengan mimpi indah tentang sesosok lelaki yang telah memenuhi seluruh ruang di hatiku, bahkan sampai ke relungnya, yang membuatku terbangun dengan linangan air mata. Mungkin mimpi-mimpi serupa akan setia menghampiriku di hari-hari berikutnya. Mimpi indah yang berakhir dengan air mata.

IMG_20150111_210923

#yiruma #kisstherain

Lalu mungkin aku akan menghitung hari demi hari, mengingat kejadian demi kejadian dua tahun silam yang semuanya terekam dengan jelas dikepalaku. Entah untuk apa kukenang semuanya. Padahal setiap mengenangnya adalah sayatan yang menyakitkan. Tak ada yang bisa menyakitiku selainnya itu. Tapi sepertinya kenangan itu begitu setia menyertaiku, kemanapun aku mencoba melarikan diriku darinya.

Aku sedang tak ingin bicara tentang logika. Aku hanya ingin bicara tentang rasa. Dan ini bukan soal ikhlas atau nggak ikhlas, karena perasaan tetaplah perasaan. Maka biarkan aku sejenak mengenang semuanya, mengenang semua rasa yang kurasakan dua tahun silam dan hari demi hari setelahnya.

Tidak,  aku tidak sedang terpuruk dalam kesedihan. Life must go on. Aku tahu dan sadar betul itu. Tapi aku ingin membawa diriku kembali ke masa dua tahun silam walau kutahu itu akan sangat menyakitkan. Aku harus kesana, menapak tilas salah satu masa laluku. Untuk kemudian merenungi apakah sudah benar langkahku setelahnya itu.

***

Dian Widyaningtyas

Journey of My Life

Jelang dua tahun kepergianmu, Belahan jiwa

Sunday, February 1st, 2015

Jealousy

Oh jealousy you tripped me up
Jealousy you brought me down
You bring me sorrow you cause me pain
Jealousy when will you let go?
Gotta hold of my possessive mind
Turned me into a jealous kind
How how how all my jealousy
I wasn’t man enough to let you hurt my pride
Now I’m only left with my own jealousy
#jealousy
#queen
**

Saat ini aku ingin sekali nulis tentang kecemburuan. Tentu saja ada alasan tersendiri kenapa aku tiba-tiba ingin menuliskannya. Tapi tentu saja tak perlu kusebutkan alasan tersebut. Tulisan ini akan kubuatkan kategori khusus yang semoga bisa kuisi dengan tulisan-tulisan lain seputaran kehidupan berumah tangga. Well…aku masih memutar otak kira-kira apa nama kategori yang cocok untuk tulisan ini dan tulisan-tulisan sejenis yang akan kutulis selanjutnya. Samara? Sejujurnya aku agak nggak PD jika memakai istilah yang merujuk ke Islam. Tapi entahlah… sepertinya samara bagus juga untuk nama kategori tulisan ini.

Don’t say that you’re never jealous. Maybe it’s hurting your pride if you admit it. Nonsense deh kalau ada yang bilang bahwa dia nggak pernah punya rasa cemburu. Cemburu muncul karena adanya rasa sayang dan cinta. So kalau ada yang bilang nggak pernah cemburu, maka patut dipertanyakan rasa sayang dan cintanya.

Penyebab cemburu bisa apa dan siapa saja. Cemburu adalah reaksi awal manakala kita merasa “terancam”. Makanya jangan heran jika kadang kala kecemburuan kita nggak logis. Bisa saja kita cemburu sama hobi orang yang kita cintai karena kita menganggap hobi tersebut membuat perhatian ke kita tergeser ke hobi tersebut. Ssst…aku dulu pernah cemburu sama kompi. Iyaaaaa….aku pernah cemburu sama kompi gara-gara pas awal nikah dulu baru tahu kalau belahan jiwaku hobi banget ngegame di kompi. Kalau ini sih gampang banget ngatasinya. Sembunyikan saja kabel powernya. Beres deh hehehe. Eh enggak..enggak just kidding, bukan begitu solusinya. Alhamdulillah setelah dibicarakan baik-baik belahan jiwa mau mengerti.

Bisa saja kita cemburu pada orang lain. Nah cemburu model inilah yang ingin kubahas. Tentu saja aku pernah merasakannya. Rasa cintaku berbanding lurus dengan sifat posesifku. So bukan hal yang aneh bagiku kalau aku sering merasa cemburu pada seseorang. And I admitted this feeling to my beloved husband.

Jealousy

Jealousy

Apa reaksimu ketika kau cemburu? Marah? Diam (sambil merutuk panjang pendek dalam hati)? Atau cuek nggak peduli sambil wait and see? Well, apapun reaksimu ketika cemburu, jangan sampai membuatmu menjauhi pasanganmu. Terlebih jika cemburumu nggak masuk dalam kategori cemburu buta atau memang ada alasan kuat untuk cemburu pada seseorang. Misalnya orang tersebut secara de facto mulai membuat pasanganmu gelisah. Walau secara de jure pasanganmu tidak mengakuinya.

Coba bayangkan ketika ada seseorang yang mulai membuat pasangan kita gelisah, dan disaat yang sama kita marah karena cemburu dan mendiamkan pasangan kita. What will happen then? Sadarkah jika reaksi kita malah membuat kita dan pasangan menjauh? Sadarkah bahwa bisa saja situasi dan kondisi tersebut malah membuat pasangan kita semakin dekat dengan seseorang tadi? Apalagi jika pasanganmu sudah sekian lama menggenggam seseorang tersebut dalam hatinya, jauh sebelum kalian bertemu.

Cemburu silahkan. Cemburu adalah hak segala orang yang mencinta. Mau marah juga silahkan. Gigit gigit tuh bantal dan guling di kamar. Kalau perlu gigit ranjangnya sekalian biar puas marahnya hehehe. Ya… daripada gigit jari mending gigit bantal, guling dan ranjang kan. Tapi jangan lupa, selamatkan pasanganmu. Jangan kau jauhi dia karena marahmu. Dan jangan pula kau biarkan dia semakin menjauh. Justru saatnya kau tunjukkan bahwa kau semakin sayang dan cinta padanya. Lakukan itu walau hatimu pedih sekalipun. Apalagi jika hal tersebut untuk mempertahankan sebuah hubungan suci.

Jika kau memberontak dan mempertanyakan “why me? Kenapa harus aku yang mengupayakan semua itu?” Ya iyalah, masak pak RT? Kasihan bu RT dong hehehe *just kidding (again). Seriously kukatakan, jika kita bisa memperbaiki keadaan, jangan tunggu orang lain untuk melakukannya. Just do it! Kebaikan itu akan kembali lagi pada kita. Yakin deh.

Cinta kan membawamu
Kembali disini
Menuai rindu
Membasuh perih
Bawa serta dirimu
Dirimu yang dulu
Mencintaiku apa adanya…
#cinta ‘kan membawamu kembali
#dewa 19
***

Dian Widyaningtyas
Untuk seseorang yang sedang cemburu, cinta ‘kan membawanya kembali.
Early Monday, Januari 5th, 2015