Beberapa minggu lalu Hanifah memberitahukan kepadaku bahwa dia lolos kompetisi matematika dan harus mempersiapkan diri untuk kompetisi selanjutnya. Sebelumnya aku sudah mendengar kabar tersebut dari kakaknya yang disampaikan kepadaku sambil lalu. Rupanya kakaknya sudah tahu terlebih dahulu tentang pengumuman itu karena dia aktif di OSIS. Reaksiku agak kaget juga karena aku tidak pernah melihat Hanifah mempersiapkan kompetisi tersebut secara khusus sebelumnya. Jangankan persiapan kompetisi, belajar rutin aja dia ogah-ogahan. Kakaknya berkutat dengan buku-buku pelajaran, dia malah asyik dengan hal lain.
Lalu aku melupakan pembicaraan tersebut karena tenggelam dalam kesibukan lain dan membiarkan Hanifah mempersiapkan kompetisi itu sendiri. Anak-anak memang kudidik untuk mandiri. Tapi satu hal yang membuatku lebih mengamati Hanifah dalam diam, aku menemukan satu hal lagi yang bisa membuatnya percaya diri. Diantara saudara-saudaranya yang lain memang Hanifah paling pendiam jika di luar rumah. Semua ustadzah dan ustadz yang pernah menjadi gurunya memberikan komentar yang sama “Mbak Hanifah diam ya, Bu” Aku tak pernah mendapatkan komentar lain selain itu. Padahal di rumah semua wajar-wajar saja, pun dimataku dia adalah anak yang cerdas.
Aku sering mengamati akun-akunnya di media sosial. Banyak teman yang mengapresiasi gambar-gambar yang dia upload di media sosial. Itu bukan foto-foto selfie khas ABG melainkan gambar karya dia. Ada saat-saat tertentu dia begitu asyik menggambar pada sketch book berukuran besar dan meminjam alat-alat tulis dan gambar yang kumiliki. Gambarnya bagus menurutku. Karena aku nggak bisa menggambar seperti itu. Kemudian aku menangkap pembicaraan dia dan kakaknya beberapa kali menyebut kata-kata “poster”. Hanifah membicarakannya dengan antusias. Waktu pengambilan rapor kemarin, wali kelasnya memberitahukan kepadaku bahwa Hanifah memenangi lomba pembuatan poster. Well…agak surprise buatku mengetahui anakku yang nomor dua meminati bidang seni. Mengingat emaknya jauh banget dari hal-hal yang berhubungan dengan seni. Malah dulu waktu ada pelajaran kesenian, keterampilan dan olah raga, pengen banget rasanya melarikan diri dari kelas atau lapangan. Lha terus apa hubungannya dengan semua itu yak? Ya…kali aja itu adalah suatu gen yang diturunkan gitu. Tapi emang abahnya pinter dalam hal seni sih. Nurun dari abahnya ‘kali ya. The point is, aku menemukan satu hal lagi yang seharusnya bisa membuat Hanifah lebih percaya diri di luar rumah. Jadi ceritanya aku sedang berusaha keras membuatnya percaya diri di depan teman-temannya.
So, hari Minggu tanggal 21 Desember 2014 jam 09.00 kami, aku dan Hanifah, berangkat ke lokasi kompetisi. Sepanjang perjalanan itu kami ngobrol-ngobrol dengan santai. Sesekali kulontarkan sugesti positif kepadanya.
“Berapa orang teman dek Ifah yang ikut kompetisi?” Tanyaku.
“Banyak, Ma. Tapi yang sekelas sama dek Ifah nggak ada” Jawabnya.
“Hm….”
“Yang dari kelasnya dek Ifah cuman dek Ifah saja” Lanjut Ifah setelah menangkap kebingunganku.
“Apakah mereka nggak ikut tes babak penyisihan?” Tanyaku lagi.
“Ikut, Ma..” Which means she is the only one yang lolos babak tersebut in her class.
“Tuh kan…dek Ifah tuh cerdas. Buktinya dengan sedikit belajar saja, dek Ifah bisa sampai ke babak ini. Apalagi kalau dek Ifah mau belajar lebih serius lagi” Kataku menyemangatinya.
“Kemarin Ustadzah wali kelas juga bilang sama Mama kalau dek Ifah menang juara lomba pembuatan poster. Juara berapa, Dek?”
“Juara satu” jawabnya pendek. Kulihat dengan sudut mataku, dia sedang memperhatikan lalu lintas yang mulai padat saat itu.
“Dek Ifah hebat! Mama nyerah deh. Mama nggak bisa menggambar. Dek Ifah suka ya bikin poster?
“Suka” masih saja dia menjawabnya dengen pendek.
“Ya udah kalau dek Ifah suka tetaplah menggambar tapi jangan lupa belajarnya ya” Dia hanya menggangguk.
Kami ngobrol banyak waktu itu. Mostly sih aku mencoba membangun kepercayaan dirinya dengan kalimat-kalimat afirmasi positif. Aku berharap semoga pembicaraan kami mengena di benaknya.
***
Dian Widyaningtyas
Crossing the crowded road along with my first daughter
Sunday, December 21st, 2014
#latepost
Setiap anak memiliki kecerdasannya sendiri-sendiri ya mbak. Dari delapan kecerdasan yang dimiliki seseorang, pasti ada beberapa yang menonjol pada diri anak. Sepertinya itu menjadi tugas kita sebagai orang tua untuk terus mendorong dan mengasah kecerdasan/bakat yang dimiliki oleh anak. Sukses terus untuk dek Ifah ya… Ternyata kecerdasan seninya hebaat…!
LikeLike
Iya mbak setiap anak memiliki kecerdasannya sendiri-sendiri dan tidak bisa diperlakukan sama walau mereka berasal dari rahim yang sama dan tumbuh di tempat yang sama. Itulah kenapa menjadi orang tua adalah proses long life learning. Bahkan kita belajar dari anak-anak kita. Makasih udah mampir ya mb ^_^
LikeLike