Sosok Yang Kurindukan

Pernah disuatu episode hidupku di masa yang lalu, aku begitu merindukan kehadiran seseorang. Seseorang yang mungkin saja bisa mengobati segenap rasa rindu di dada, atau bahkan meluluh lantakkan segala rasa cinta yang menggelora. Waktu itu aku sedang menyelesaikan kuliahku di salah satu sekolah kedinasan dan kontrak rumah bersama teman-teman yang berasal dari SMA yang sama di perumahan Pondok Jaya.

Bukan aku saja yang merindukan kehadiran seseorang tersebut. Penghuni kontrakan yang lain juga merasakan hal yang sama. Penantian kami begitu penuh asa dari hari Senin sampai Sabtu. Ketika kami mendengar deru motornya hanya lewat begitu saja di depan kontrakan kami, tak ayal lagi ada rasa kecewa, walau sedikit, di hati kami. Tapi tatkala deru motornya berhenti di depan rumah kontrakan kami, dan beberapa saat kemudian dia memukul-mukul pagar besi bercat hitam di rumah kontrakan kami sambil teriak “Pos !!!!!!!!” sungguh tak bisa digambarkan betapa girangnya hati kami dan sontak berebut keluar. Hm…ada juga sih teman yang hanya menunggu di balik pintu karena dia harus pake jilbab segala kalau ikutan berebut keluar hehehehe…
surat-surat

surat-surat

Waktu itu komunikasi yang paling memungkinkan adalah lewat telepon untuk hal-hal darurat dan lewat surat jika banyak hal yang ingin disampaikan. Kami belum mengenal alat komunikasi handphone saat itu. Kalaupun sudah kenal mungkin kami tak mampu membelinya. Boro-boro beli handphone, sekolah aja nyari yang gratisan. Aku tak ingat lagi sejak kapan aku meninggalkan komunikasi melalui surat. Mungkin sejak aku menyelesaikan kuliah dan kembali berkumpul dengan orang tuaku. Pun saat itu seseorang yang biasanya menjadi tujuanku berkirim surat selain kepada orang tua, tak lagi merajut kisah bersama denganku…ehem….wkwkwkwk…
Tapi sungguh mengenangnya kembali, eit bukan mengenang si “rajutan kisah” itu ya, tapi mengenang rasanya menunggu surat dari orang-orang yang kita sayangi, membuatku kangen untuk berkirim surat. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa sekarang ini, berkirim surat the way I used to do, menjadi sangat nggak efektif dan efisien lagi. Karena begitu banyak sarana komunikasi lain yang bisa meniadakan jeda waktu yang ditimbulkan oleh sebuah proses berkirim surat.
***
Dian Widyaningtyas
Morning passes by and I’m still at the parking area…..
Friday, October 9th, 2015
Picture taken from Mbak Dheean Reean on Facebook.
Advertisement

Semangkuk Bumbu Pecel dan Sebuah Janji di Masa Lalu

Jam hampir menunjuk angka 12, sarapan yang kesiangan di pagi ini, dengan menu bumbu pecel dan tempe goreng tepung. Memang nggak biasa sarapan dibawah jam 10. Jangan ditanya mana sayurnya, lagi nggak mood nyiapin sayur. Punya mood untuk makan aja udah bersyukur banget hehehe.

Sarapan

Sarapan

Hari Sabtu kemarin pas beli bumbu pecel di pasar kaget, sempat nanya-nanya sama penjualnya. Tiga belas kilo bumbu pecel habis dalam waktu empat hari. Itu artinya ibu itu perlu waktu empat hari untuk mendapatkan duit Rp. 676.000,-. Itu omzet ya, bukan net pofit. Emang sih, ibu itu jual makanan lain seperti aneka rempeyek. Tapi aku bisa memperkirakan omzetnya nggak jauh dari omzet bumbu pecel. Karena dia harus pula penyesuaikan harga jual dengan daya beli pasar. Beda halnya kalo dia poles tampilan dagangannya, dan dijual kepada kalangan yang lebih mementingkan tampilan (kemasan) daripada rasa. Kalangan yang akan membayar berapa saja harga yang ditawarkan (ingat produk maicih kan?). Tapi tentu saja pikiran ibu sederhana itu nggak sampai kesana. Yang dia tahu hanya beli bahan, bikin, dan menjual langsung ke pelanggan dengan hitung-hitungan yang tak kalah sederhananya.

Nasi pecel dan lauk tempe goreng tepung

Nasi pecel dan lauk tempe goreng tepung

Tiba-tiba aku jadi ingat ibuku. Ibuku dulu juga berjualan bumbu pecel seperti dia. Ibu menitipkannya di toko-toko di pasar Perak. Waktu itu ibu sudah mengantongi ijin dari departemen kesehatan. Tapi belum sampai ngurus sertifikat halal. Melihat perkembangan bisnis onlineku waktu itu, ibu memintaku untuk mengembangkan usaha bumbu pecelnya. Mungkin ibu melihat aku punya kemampuan di bidang marketing, sedangkan ibu hanya bisa memikirkan bagaimana membuat bumbu pecel yang enak. Waktu itu aku menyanggupi permintaan ibu. Tapi sampai sekarang aku belum bergerak sama sekali untuk merealisasikannya. Hingga syaraf tangan ibu terganggu pasca kecelakaan tahun lalu, yang mengakibatkan ibu kesulitan melakukan aktifitasnya sehari-hari, juga untuk memproduksi bumbu pecel lagi.

Janji tetaplah janji. Mungkin aku bisa memulainya dengan meminta ibu untuk mengajariku cara membuat bumbu pecel seenak bikinan ibu. Pun setelah itu aku harus menjajal resep itu berkali-kali seperti halnya ketika aku belajar membuat kue dengan resep baru sehingga tercipta chemitry antara aku dengan resep rahasia ibu hehehehe. Sambil memikirkan polesan apa dan cara marketing yang bagaimana yang bisa kulakukan untuk barang dagangan tersebut. Ada saran? ^_^

***

Dian Widyaningtyas

Journey of My Life

Sunday, August 16, 2015

Tanda Cinta dari Tanah Seberang

Siang ini dapat kiriman telur penyu kesukaan anak-anak dari tanah seberang. Mama mertua selalu saja ingat kesukaan cucu-cucunya di sini.

IMG_20150815_125909

Tanda Cinta

Telur Penyu

Telur Penyu

Pertama melihat orang makan telur penyu waktu dulu sarapan bareng belahan jiwa. Waktu itu udah dikhitbah dan nunggu hari H untuk ijab kabul. Beliau tau kebiasaan makanku yang amburadul. Jadi tiap pagi diajakin sarapan di warung depan kantor di GKN II Dinoyo. Namanya Warung Lumintu kalau nggak salah. Harapannya sih biar aku lahap dan teratur makannya. Apakah waktu itu aku jadi doyan makan? Malah sebaliknya. Kadang hanya beberapa sendok aja bisa masuk ke mulut. Sarapan bareng seseorang yang perlahan-lahan membuatku jatuh cinta bikin aku mendadak kenyang, grogi, salting, dan hanya berani nunduk entah ngitung butiran nasi di piring atau menyembunyikan wajah dari lirikan belahan jiwa #ihirrrrr. Kok tau kalo dilirik? Ngelirik juga ya? Wkwkwkwk

Nah di sela-sela momen seperti itu beberapa kali aku melihat belahan jiwa mengeluarkan sebutir telur penyu dari saku bajunya. Asli…dikantongi gitu aja tanpa dibungkus plastik. Aku takjub, maklum belum pernah lihat telur penyu secara langsung. Kok gak pecah ya, gitu pikirku. Cangkang telur yang lembek itu beliau sobek dan isinya beliau tuang di atas nasi yang sudah tersaji di meja kami. Aku nggak ada minat sedikit pun untuk mencicipinya.

Dikemudian hari setelah kami punya anak, ternyata anak-anak pada suka banget sama telur penyu. Persis almarhum abahnya. Kalo nggak distop, bisa-bisa semangkok besar habis dalam sehari. Segala sesuatu kalo berlebihan nggak baik kan. Jadi anak-anak harus dibatasi dan sering-sering diingatkan. Aku sendiri hanya doyan makan kuning telurnya saja. Atau telur penyu aku simpan terbuka dalam kulkas sampai isinya agak mengeras. Nah kalau yang sudah seperti itu aku doyan makannya.

Mama mertua sering banget mengirimkan tanda cintanya pada kami. Walau dipisahkan jarak ribuan kilo, tapi tidak pernah menghalangi mama untuk menunjukkan cintanya pada kami. Aku bisa mengerti bagaimana kerinduan mama mertua pada anak-anakku. Anak-anakku adalah pengobat kerinduan mama mertua pada anak lelaki satu-satunya yang telah pergi meninggalkan kami semua. Semoga Allah beri kelonggaran rizki sehingga aku dan anak-anak bisa sering-sering bersilaturahmi ke tanah seberang, mempertemukan mereka dengan nenek, kai dan leluhurnya yang lain di sana. Karena bagaimana pun juga, ada darah Bugis dan Banjar yang mengalir pada diri mereka, disamping darah Jawa dari aku.

***

Dian Widyaningtyas

In the middle of the day, on my long weekend, August 15, 2015

Jealousy

Oh jealousy you tripped me up
Jealousy you brought me down
You bring me sorrow you cause me pain
Jealousy when will you let go?
Gotta hold of my possessive mind
Turned me into a jealous kind
How how how all my jealousy
I wasn’t man enough to let you hurt my pride
Now I’m only left with my own jealousy
#jealousy
#queen
**

Saat ini aku ingin sekali nulis tentang kecemburuan. Tentu saja ada alasan tersendiri kenapa aku tiba-tiba ingin menuliskannya. Tapi tentu saja tak perlu kusebutkan alasan tersebut. Tulisan ini akan kubuatkan kategori khusus yang semoga bisa kuisi dengan tulisan-tulisan lain seputaran kehidupan berumah tangga. Well…aku masih memutar otak kira-kira apa nama kategori yang cocok untuk tulisan ini dan tulisan-tulisan sejenis yang akan kutulis selanjutnya. Samara? Sejujurnya aku agak nggak PD jika memakai istilah yang merujuk ke Islam. Tapi entahlah… sepertinya samara bagus juga untuk nama kategori tulisan ini.

Don’t say that you’re never jealous. Maybe it’s hurting your pride if you admit it. Nonsense deh kalau ada yang bilang bahwa dia nggak pernah punya rasa cemburu. Cemburu muncul karena adanya rasa sayang dan cinta. So kalau ada yang bilang nggak pernah cemburu, maka patut dipertanyakan rasa sayang dan cintanya.

Penyebab cemburu bisa apa dan siapa saja. Cemburu adalah reaksi awal manakala kita merasa “terancam”. Makanya jangan heran jika kadang kala kecemburuan kita nggak logis. Bisa saja kita cemburu sama hobi orang yang kita cintai karena kita menganggap hobi tersebut membuat perhatian ke kita tergeser ke hobi tersebut. Ssst…aku dulu pernah cemburu sama kompi. Iyaaaaa….aku pernah cemburu sama kompi gara-gara pas awal nikah dulu baru tahu kalau belahan jiwaku hobi banget ngegame di kompi. Kalau ini sih gampang banget ngatasinya. Sembunyikan saja kabel powernya. Beres deh hehehe. Eh enggak..enggak just kidding, bukan begitu solusinya. Alhamdulillah setelah dibicarakan baik-baik belahan jiwa mau mengerti.

Bisa saja kita cemburu pada orang lain. Nah cemburu model inilah yang ingin kubahas. Tentu saja aku pernah merasakannya. Rasa cintaku berbanding lurus dengan sifat posesifku. So bukan hal yang aneh bagiku kalau aku sering merasa cemburu pada seseorang. And I admitted this feeling to my beloved husband.

Jealousy

Jealousy

Apa reaksimu ketika kau cemburu? Marah? Diam (sambil merutuk panjang pendek dalam hati)? Atau cuek nggak peduli sambil wait and see? Well, apapun reaksimu ketika cemburu, jangan sampai membuatmu menjauhi pasanganmu. Terlebih jika cemburumu nggak masuk dalam kategori cemburu buta atau memang ada alasan kuat untuk cemburu pada seseorang. Misalnya orang tersebut secara de facto mulai membuat pasanganmu gelisah. Walau secara de jure pasanganmu tidak mengakuinya.

Coba bayangkan ketika ada seseorang yang mulai membuat pasangan kita gelisah, dan disaat yang sama kita marah karena cemburu dan mendiamkan pasangan kita. What will happen then? Sadarkah jika reaksi kita malah membuat kita dan pasangan menjauh? Sadarkah bahwa bisa saja situasi dan kondisi tersebut malah membuat pasangan kita semakin dekat dengan seseorang tadi? Apalagi jika pasanganmu sudah sekian lama menggenggam seseorang tersebut dalam hatinya, jauh sebelum kalian bertemu.

Cemburu silahkan. Cemburu adalah hak segala orang yang mencinta. Mau marah juga silahkan. Gigit gigit tuh bantal dan guling di kamar. Kalau perlu gigit ranjangnya sekalian biar puas marahnya hehehe. Ya… daripada gigit jari mending gigit bantal, guling dan ranjang kan. Tapi jangan lupa, selamatkan pasanganmu. Jangan kau jauhi dia karena marahmu. Dan jangan pula kau biarkan dia semakin menjauh. Justru saatnya kau tunjukkan bahwa kau semakin sayang dan cinta padanya. Lakukan itu walau hatimu pedih sekalipun. Apalagi jika hal tersebut untuk mempertahankan sebuah hubungan suci.

Jika kau memberontak dan mempertanyakan “why me? Kenapa harus aku yang mengupayakan semua itu?” Ya iyalah, masak pak RT? Kasihan bu RT dong hehehe *just kidding (again). Seriously kukatakan, jika kita bisa memperbaiki keadaan, jangan tunggu orang lain untuk melakukannya. Just do it! Kebaikan itu akan kembali lagi pada kita. Yakin deh.

Cinta kan membawamu
Kembali disini
Menuai rindu
Membasuh perih
Bawa serta dirimu
Dirimu yang dulu
Mencintaiku apa adanya…
#cinta ‘kan membawamu kembali
#dewa 19
***

Dian Widyaningtyas
Untuk seseorang yang sedang cemburu, cinta ‘kan membawanya kembali.
Early Monday, Januari 5th, 2015