Emptiness, A Phase to Find Your Way Back to Normal…

“This is the place where I belong
I really love to turn you on
I’ve got your sound still in my ear
While your traces dissapear” – Scorpion

Perlu waktu untuk menghilangkan kesedihan akibat kehilangan orang yang kita cintai dan sayangi. Bahkan berdasarkan pengalaman kehilangan belahan jiwa, kurun waktu lebih dari lima tahun belum mampu untuk menghapus kesedihan itu.

Yang tak jua bisa dihapus hanya bisa dialihkan dengan menyibukkan diri sesibuk-sibuknya mempelajari ini itu sampai pikiran ini teralihkan. Apalagi kalo insomnia lantas menghampiri, perlu dosis kesibukan yang lebih lagi agar pikiran tidak melanglang sesuka hati.

Sejak ayah pergi, aku jadi mengingat-ingat bagaimana ayah membesarkan aku. Ada kalanya ayah begitu over protect kepada anak-anaknya, terutama aku sebagai anak pertama, yang ditakdirkan perempuan. Ada kalanya ayah begitu memberi kebebasan sebebas-bebasnya karena beliau yakin aku nggak bakalan cross the line. Jadi ayah paham betul kapan harus menarik benang layang-layang, dan kapan waktunya mengulur benang tersebut.

Kehilangan ayah tentu berbeda sekali dengan kehilangan belahan jiwa. Meski sama-sama sosok yang kamu cintai begitu dalam, tapi sangat berbeda rasanya. Ayah adalah sosok yang mampu menenangkan bahwa he would catch me when I fall, even without any single word he said. Sedangkan belahan jiwa adalah sosok yang mampu memberi kekuatan bahwa everything gonna be ok, even without any single word he said.

Lalu saat keduanya pergi, bagaimana kau beri kekuatan pada dirimu sendiri? Bagaimana kau tenangkan dirimu sendiri?

***

Taken from Facebook, November 22nd, 2018

Advertisement

Februari yang Perih

Langkah kaki terseok-seok seolah enggan memasuki bulan kedua ini. Tapi bagaimana bisa kuhentikan Sang Waktu? Dan disinilah aku berada, di bulan kedua yang tak pernah bisa kulupakan. Diawali dengan mimpi indah tentang sesosok lelaki yang telah memenuhi seluruh ruang di hatiku, bahkan sampai ke relungnya, yang membuatku terbangun dengan linangan air mata. Mungkin mimpi-mimpi serupa akan setia menghampiriku di hari-hari berikutnya. Mimpi indah yang berakhir dengan air mata.

IMG_20150111_210923

#yiruma #kisstherain

Lalu mungkin aku akan menghitung hari demi hari, mengingat kejadian demi kejadian dua tahun silam yang semuanya terekam dengan jelas dikepalaku. Entah untuk apa kukenang semuanya. Padahal setiap mengenangnya adalah sayatan yang menyakitkan. Tak ada yang bisa menyakitiku selainnya itu. Tapi sepertinya kenangan itu begitu setia menyertaiku, kemanapun aku mencoba melarikan diriku darinya.

Aku sedang tak ingin bicara tentang logika. Aku hanya ingin bicara tentang rasa. Dan ini bukan soal ikhlas atau nggak ikhlas, karena perasaan tetaplah perasaan. Maka biarkan aku sejenak mengenang semuanya, mengenang semua rasa yang kurasakan dua tahun silam dan hari demi hari setelahnya.

Tidak,  aku tidak sedang terpuruk dalam kesedihan. Life must go on. Aku tahu dan sadar betul itu. Tapi aku ingin membawa diriku kembali ke masa dua tahun silam walau kutahu itu akan sangat menyakitkan. Aku harus kesana, menapak tilas salah satu masa laluku. Untuk kemudian merenungi apakah sudah benar langkahku setelahnya itu.

***

Dian Widyaningtyas

Journey of My Life

Jelang dua tahun kepergianmu, Belahan jiwa

Sunday, February 1st, 2015