Cerita Tentang Kopi

Udah lama banget pengen nulis tentang kopi. Tapi karena nggak bisa menghalau rasa males, akhirnya ide tulisan, konsep dan sebagainya hanya parkir begitu saja di kolong pikiran entah yang sebelah mana. Dan tiba-tiba saja sepulang dari liburan long weekend di kampung, keinginan nulis muncul begitu saja. Emang ya kalau orang yang actionnya base on the mood ya begini ini. Jadi harap maklum kalau banyak sekali ide tulisan yang hanya teronggok begitu saja di kolong pikiran. Ok segitu aja prolognya sebelum aku kehabisan kata-kata.
Hm….kopi… So what can I say about it? Rasanya banyak banget yang ingin kuceritakan tentang kopi. Jadi mungkin ini akan menjadi tulisan bersambung nantinya. Pada tulisan awal dari beberapa bagian tulisan ini aku ingin cerita tentang bagaimana awal-awal aku berinteraksi dengan kopi. Banyak yang mengira kalo kegemaranku akan kopi baru saja dimulai. Padahal sudah lama banget aku rutin mengkonsumsi kopi. Terlebih disaat aku harus berkonsentrasi tinggi menyelesaikan suatu kerjaan yang dibatasi oleh waktu. Tapi kopi yang kukonsumsi waktu itu memang berbeda dengan kopi yang kukonsumsi saat ini.
Stok kopi instan

Stok kopi instan

Kopi aneka rasa full kreamer menjadi kegemaranku dulu. Tak kurang dari enam pak kusediakan untuk konsumsi rutin tiap bulan. Itu belum termasuk stok yang disediakan di kantor. Kopi instan semacam itu hanya nikmat di lidah saja karena rasa manis dan gurihnya. Sedangkan kandungan kopinya sendiri jauh lebih sedikit daripada kandungan gula dan kreamernya. Sebenarnya kopi murni baik untuk kesehatan. Tapi dalam sebungkus kopi instan, dimana komposisi kopinya, yang biasanya dari jenis robusta, tidak lebih dari satu sendok teh saja. Selebihnya adalah gula maupun pemanis buatan dan kreamer. Dibalik rasanya yang mampu memanjakan lidah, kopi instan memiliki bahaya yang harus diwaspadai. Bahaya yang mengancam salah satunya adalah konsumsi gula dan pemanis buatan yang berlebihan yang bisa menyebabkan diabetes.
Sebenarnya banyak efek negatif dari kopi instan. Tapi satu saja yang sudah aku sebutkan diatas, sudah cukup menjadi alasan bagiku untuk menghentikan kebiasaanku mengkonsumsi kopi instan.  Pada titik itulah aku mulai beralih ke kopi murni. Kopi yang cara penyajiannya jauh dari kata praktis. Bahkan mungkin bisa dibilang ribet banget. Tapi insyaAllah lebih bermanfaat selama kita tetap memperhatikan kadar kafein yang kita konsumsi per harinya. Jadi dalam hal ini kaidah “berlebihan itu tidak baik” tetap berlaku. So walaupun kopi murni baik untuk kesehatan tapi kita harus tetap bijaksana dalam mengkonsumsinya.
Bersambung…
***
Dian Widyaningtyas
For “Journey of my life”
Sunday, mid night, December 27th, 2015
Advertisement